Monday, October 29, 2007
Philippine Negeri Islam yang Hilang
Sabtu, 06 October 2007
Menjelang hari terakhir saya di Philippine. Entah hari yang ke berapa yang jelas saya sudah mulai rindu kampung halaman. Rindu bertemu istri dan anak di kampung. Rindu untuk bisa berlebaran bersama keluarga tercinta setelah sebelumnya bergumul ria dengan aktivitas pekerjaan. Sebuah perasaan yang memuncah indah jauh di lubuk hati. Meskipun nantinya saya akan kembali ke Manilla, namun sepertinya perasaan rindu ini begitu besarnya. Ya Allah tolong lancarkan proses kepulanganku kali ini.
Hari Sabtu ini teman-teman saya di kantor Philipine akan pergi bersama dengan saya untuk city tour. Saya tidak tahu tujuannya akan kemana yang jelas saya senang karena bisa pergi bersama-sama dengan teman-teman kantor di Philippine. Ya malam hari sebelum berangkat Ms. Agnes sudah menelpon memberitahukan hal ini. Saya diharapkan untuk siap di hotel jam 8.30 karena jam 8.45 pagi Mr. Jing akan menjemput untuk kemudian pergi dari kantor jam 9 pagi.
Tepat jam 08.45 Atasan saya mengabarkan kalau dia sudah di Lobbi lewat officer yang menelpon saya. Beliau juga berpesan untuk membawa payung dan jaket karena khawatir hujan. Saya akhirnya turun setelah sebelumnya mengenakan jaket dan membawa payung menemui atasan saya. Kita sepertinya pergi dulu ke kantor. Tidak lupa beliau menanyakan kabar saya dan saya jawab baik-baik saja.
Jam 9 tepat, kami tiba di kantor. Tampak sudah siap teman yang lainnya. Malah sudah dipersiapkan semuanya termasuk air minum dan makanan kecil. Saya bingung kenapa tidak memakai mobil mereka. Karena saya lihat mereka membawa payung juga dari mobil untuk kemudian turun ke lantai 1. Namun saya ikut saja maklum tidak tahu rencana mereka. Ternyata mereka sudah menyiapkan tour agent untuk mengantarkan kami keliling Philippine. Saya dikenalkan dengan mereka. Namun saya lupa namanya, yang jelas satu orang perempuan paruh baya yang akan menjadi guider kami dan seorang pria sebagai drivernya.
Guider mengenalkan dirinya dan beliau juga agak kaget karena berfikir saya yang akan diajak jalan-jalan sudah paruh baya. Saya hanya tersenyum saat dia bilang ternyata masih muda. Dia menjelaskan kepada saya dan teman-teman tentang tujuan kita saat ini adalah untuk mengenalkan Philippine ke saya. Saya tersenyum saja dan hanya bilang opo dan oo (ya dalam bahasa tagalog).
Sepanjang perjalanan guider terus menerus berbicara menjelaskan semua yang kami lewati. Tiba di komplek perumahan elit, mereka juga menjelaskan bagaimana Ayala dibangun oleh pengusaha lokal Philippine dimana dimulai dari kecil hingga sekarang besar dan dikelilingi oleh gedung-gedung bertingkat seperti di Jakarta. Mereka juga menjelaskan kalau di Ayala adalah kantor untuk Call Center, perbankan, hotel dll. Yang jelas mirip sekali kawasan sudirman Jakarta.
Tempat pertama yang kami singgahi adalah American Semitari. Merupakan kuburan dengan berpuluh ribu orang yang meninggal saat perang dunia I dan II di kawasan Philippine. Saya hanya bisa lihat bagaimana rapi dan bersihnya kuburan itu. Di tengah mereka bangun semacam monumen berisi nama-nama orang yang meninggal di Philipine baik kebangsaan Amerika, Philipine ataupun yang lainnya. Semuanya gugur sebagai pahlawan kemerdekaan Philipine dan juga perang dunia. Kesan pertama adalah megah dan rapih dengan kuburan berjejer indah dihiasi hijaunya rerumputan. Sepertinya Amerika sengaja membuat kuburan itu sebagai sebuah penghormatan. Saya diceritakan oleh guider bahwa ini merupakan salah satu semitari yang ada di dunia yang dikelola langsung oleh Amerika. Maklum mereka ketat sekali mengawasi area ini terlihat adanya helikopter yang berputar-putar. Bersyukur kami bisa masuk mengingat ketatnya penjagaan. Sepertinya kalau pribadi akan sulit untuk masuk. Namun karena tour guide punya kartu masuk akhirnya kami bisa masuk tanpa halangan.
Dari semitari, guider mengajak kami ke daerah pantai di Manilla. Yang jelas pertama kali saya lihat adalah Mall terbesar di Asia dengan nama Mall of Asia. Luas sekali sepertinya akan memakan waktu lama untuk berkeliling. Guider bilang jika kita ingin menyusuri semuanya dan rata-rata 10 menit di tiap toko akan memakan waktu 3 hari 3 malam untuk menyusurinya. Masyaallah.. luas banget ya.. Bentuknya seperti perahu karena letaknya dekat pantai. Namun kali ini kita tidak mampir disana melainkan ada tempat lain.
Di sudut mal guider bercerita akan adanya tempat pembuatan film. Disana bisa dilihat bagaimana mereka menciptakan efek gempa, gunung meletus dll. Hanya sayang saya tidak masuk. Di tempat lainnya yang merupakan pantai Mrs. Marcos karena pada zaman presiden Marcos, Mrs. Marcos selalu saja mengatakan pantai ini sebagai pantainya. Rakyat Philipine juga ternyata berterima kasih kepada Mrs. Marcos karena jasa beliau MRT dan LRT dibangun sebagai sarana transportasi.
Di sudut jalan lainnya guider bercerita tentang rumah kelapa karena 80% rumah tersebut terbuat dari kelapa. Saya hanya menganggukan kepala saja. Coconut House itu sekarang berganti fungsi menjadi restoran. Guide menceritakan Mrs. Marcos senang sekali dengan pantai ini yang merupakan titik awal Philippine dan merupakan pintu masuk ke Philippine sejak zaman dahulu kala lewat transportasi laut.
Di depan alun-alun atau taman Rizal kami berhenti. Guider ingin memperlihatkan kuburan atau taman Mr. Rizal yang merupakan pahlawan yang berjasa dalam kemerdekaan Philipine. Taman kecil seperti Monas di Indonesia itu selalu dijaga oleh tentara 24 jam bergantian 3 shift, informasi itu saya dapatkan dari guider pas saya tanyakan adanya 2 orang tentara berjaga di monumen itu. Seperti halnya pahlawan, Mr. Rizal ini sangat mereka hargai. Mr. Rizal yang merupakan seorang muslim itu adalah keturunan bangsawan Philippine. Beliau seorang yang jenius dan serba bisa. Lewat novel monumentalnya, dapat menyulut semangat semua orang Philipine untuk berjuang melawan penjajah Spanyol waktu itu. Karena novelnya itu pun akhirnya Mr. Rizal dipenjara dan dibunuh dengan ditembak oleh beberapa sniper. Guider juga memperlihatkan tempat asli dimana Mr. Rizal ditembak. Saya lihat patung Mr. Rizal saat ditembak disaksikan beberapa orang penembak dan Istrinya. Di tempat yang sama juga dijelaskan oleh petugas mengenai sosok pahlawan monumental ini. Hanya sayang pada saat dijelaskan oleh petugas disana saya hanya diam tidak mengerti karena memakai pengantar bahasa tagalog. Kenalah saya dengan Mr. Rizal seorang pahlawan muslim yang berjasa bagi Philippine.
Di sudut taman saya lihat patung juga dan ternyata adalah patung Rajah Sulaiman. Seorang Raja yang pernah berkuasa di Philipine sebelum jatuh ke pemerintahan Spanyol. Raja tersebut merupakan muslim taat. Maklum zaman beliau masih berlaku pemerintahan islam seperti datuk dll, seperti yang kita lihat di Malaysia saat ini. Cukuplah sudah penjelasan detail tentang Mr. Rizal dan Rajah Sulaiman tersebut. Setidaknya saya bersyukur sudah bisa kenal dengan jasa dan perjuangan beliau.
Perjalanan dilanjutkan dan berhenti di depan kantor pariwisata. Guider menawarkan kami untuk masuk melihat-lihat souvenir buatan Philipine yang merupakan program resmi Pemerintahan Philippine lewat Dept. Pariwisatanya. Saat masuk kami disuguhi kalung dari kerang laut. Disana bisa dilihat berbagai kerajinan dan baju nasional. Saya ditawari untuk membeli apapun yang disuka. Hanya saya tidak terlalu suka akhirnya keluar tanpa membeli barang apapun.
Di depan kantor pariwisata, kami masuk ke dalam benteng yang merupakan benteng yang dibangun oleh pemerintahan Spanyol yang berkuasa. Mereka menamakan daerah tersebut “Intramouros”. Mereka sengaja membangun benteng itu sebagai sebuah bentuk pertahanan dari serangan terutama musuh yang datang dari laut. Di dalamnya juga ada penjara dimana Mr. Rizal dipenjara waktu itu. Selain itu ada tempat kediaman Rajah Sulaiman yang sudah rusak. Ya bangunan itu dibuat dari batu yang ditumpuk kemudian direkatkan dengan telur dan molases. Design yang dipakai adalah design dari China. Setidaknya saya kenal Rajah Sulaiman sebagai Rajah Islam di Philipine yang memerintah. Sayang kekuasaannya direbut oleh Spanyol yang notabene adalah katolik.
Pada zaman Rajah Sulaiman, benteng pun dibangun, namun masih dengan pohon kelapa dan bambu sehingga mudah sekali dirobohkan dan dibakar oleh musuh dari Spanyol. Spanyol merupakan bangsa yang menjajah cukup lama sekitar 200 tahun di Philipine (Belanda di Indonesia 350 tahun). Sehingga dengan pengaruh dari penyebaran agama yang kuat menjadikan negara Philipine adalah penganut Katolik yang kuat dan dominan. Spanyol juga memaksakan agamanya kepada orang China yang datang dengan dibangun gereja di perkampungan mereka. Spanyol juga membangun Gereja Immanuel yang sangat tua disana.
Sayang sekali ya. Andai saja Rajah Sulaiman masih hidup dan berkuasa tentunya Philipine merupakan negara Islam seperti halnya Brunai, Malaysia dan Indonesia. Philipine ternyata adalah negara Islam yang Hilang. Namun kita masih bisa temukan Islam yang dominan di Pulau Mindanao. Mindanao pada jaman dulunya sulit sekali untuk ditembus oleh musuh baik dari Spanyol maupun Amerika. Hal ini menjadikan Mindanao dominan penduduknya adalah muslim. Subhanallah.
Perjalanan mengitari benteng itu memakan waktu sekitar 1 jam. Guider bercerita sekiranya kita mau mengitari seluruh benteng mungkin akan memakan waktu sekitar 3 jam lebih. Setidaknya saya bisa melihat indah dan bersihnya (nggak bersih-bersih amat sih) sungai Pasig yang membelah Manilla. Disana juga terlihat pelabuhan terkenal Manilla sebagai pelabuhan tempat membongkar dan memuat peti kemas. Dari tempat Rajah Sulaiman, perjalanan dilanjutkan menggunakan mobil menyusuri kawasan peduduk China yang konon katanya memiliki akar sejarah kuat terutama perekonomian Philipine. Disana kebanyakan dijual barang China seperti obat china dll. Setidaknya perekonomian seperti perbankan mulai dikenalkan oleh China pada masa penjajahan Spanyol.
Perjalanan mengitari Manilla itu akhirnya berakhir sekitar jam 13.00 siang. Saya ketiduran di mobil karena kelelahan. Tiba di depan kantor Guide tour pamitan. Kami mengucapkan terima kasih kepada beliau. Setelah itu saya diajak untuk makan siang di Max’s yang merupakan restoran dengan menu asli Philipine. Asyik..
Menjelang hari terakhir saya di Philippine. Entah hari yang ke berapa yang jelas saya sudah mulai rindu kampung halaman. Rindu bertemu istri dan anak di kampung. Rindu untuk bisa berlebaran bersama keluarga tercinta setelah sebelumnya bergumul ria dengan aktivitas pekerjaan. Sebuah perasaan yang memuncah indah jauh di lubuk hati. Meskipun nantinya saya akan kembali ke Manilla, namun sepertinya perasaan rindu ini begitu besarnya. Ya Allah tolong lancarkan proses kepulanganku kali ini.
Hari Sabtu ini teman-teman saya di kantor Philipine akan pergi bersama dengan saya untuk city tour. Saya tidak tahu tujuannya akan kemana yang jelas saya senang karena bisa pergi bersama-sama dengan teman-teman kantor di Philippine. Ya malam hari sebelum berangkat Ms. Agnes sudah menelpon memberitahukan hal ini. Saya diharapkan untuk siap di hotel jam 8.30 karena jam 8.45 pagi Mr. Jing akan menjemput untuk kemudian pergi dari kantor jam 9 pagi.
Tepat jam 08.45 Atasan saya mengabarkan kalau dia sudah di Lobbi lewat officer yang menelpon saya. Beliau juga berpesan untuk membawa payung dan jaket karena khawatir hujan. Saya akhirnya turun setelah sebelumnya mengenakan jaket dan membawa payung menemui atasan saya. Kita sepertinya pergi dulu ke kantor. Tidak lupa beliau menanyakan kabar saya dan saya jawab baik-baik saja.
Jam 9 tepat, kami tiba di kantor. Tampak sudah siap teman yang lainnya. Malah sudah dipersiapkan semuanya termasuk air minum dan makanan kecil. Saya bingung kenapa tidak memakai mobil mereka. Karena saya lihat mereka membawa payung juga dari mobil untuk kemudian turun ke lantai 1. Namun saya ikut saja maklum tidak tahu rencana mereka. Ternyata mereka sudah menyiapkan tour agent untuk mengantarkan kami keliling Philippine. Saya dikenalkan dengan mereka. Namun saya lupa namanya, yang jelas satu orang perempuan paruh baya yang akan menjadi guider kami dan seorang pria sebagai drivernya.
Guider mengenalkan dirinya dan beliau juga agak kaget karena berfikir saya yang akan diajak jalan-jalan sudah paruh baya. Saya hanya tersenyum saat dia bilang ternyata masih muda. Dia menjelaskan kepada saya dan teman-teman tentang tujuan kita saat ini adalah untuk mengenalkan Philippine ke saya. Saya tersenyum saja dan hanya bilang opo dan oo (ya dalam bahasa tagalog).
Sepanjang perjalanan guider terus menerus berbicara menjelaskan semua yang kami lewati. Tiba di komplek perumahan elit, mereka juga menjelaskan bagaimana Ayala dibangun oleh pengusaha lokal Philippine dimana dimulai dari kecil hingga sekarang besar dan dikelilingi oleh gedung-gedung bertingkat seperti di Jakarta. Mereka juga menjelaskan kalau di Ayala adalah kantor untuk Call Center, perbankan, hotel dll. Yang jelas mirip sekali kawasan sudirman Jakarta.
Tempat pertama yang kami singgahi adalah American Semitari. Merupakan kuburan dengan berpuluh ribu orang yang meninggal saat perang dunia I dan II di kawasan Philippine. Saya hanya bisa lihat bagaimana rapi dan bersihnya kuburan itu. Di tengah mereka bangun semacam monumen berisi nama-nama orang yang meninggal di Philipine baik kebangsaan Amerika, Philipine ataupun yang lainnya. Semuanya gugur sebagai pahlawan kemerdekaan Philipine dan juga perang dunia. Kesan pertama adalah megah dan rapih dengan kuburan berjejer indah dihiasi hijaunya rerumputan. Sepertinya Amerika sengaja membuat kuburan itu sebagai sebuah penghormatan. Saya diceritakan oleh guider bahwa ini merupakan salah satu semitari yang ada di dunia yang dikelola langsung oleh Amerika. Maklum mereka ketat sekali mengawasi area ini terlihat adanya helikopter yang berputar-putar. Bersyukur kami bisa masuk mengingat ketatnya penjagaan. Sepertinya kalau pribadi akan sulit untuk masuk. Namun karena tour guide punya kartu masuk akhirnya kami bisa masuk tanpa halangan.
Dari semitari, guider mengajak kami ke daerah pantai di Manilla. Yang jelas pertama kali saya lihat adalah Mall terbesar di Asia dengan nama Mall of Asia. Luas sekali sepertinya akan memakan waktu lama untuk berkeliling. Guider bilang jika kita ingin menyusuri semuanya dan rata-rata 10 menit di tiap toko akan memakan waktu 3 hari 3 malam untuk menyusurinya. Masyaallah.. luas banget ya.. Bentuknya seperti perahu karena letaknya dekat pantai. Namun kali ini kita tidak mampir disana melainkan ada tempat lain.
Di sudut mal guider bercerita akan adanya tempat pembuatan film. Disana bisa dilihat bagaimana mereka menciptakan efek gempa, gunung meletus dll. Hanya sayang saya tidak masuk. Di tempat lainnya yang merupakan pantai Mrs. Marcos karena pada zaman presiden Marcos, Mrs. Marcos selalu saja mengatakan pantai ini sebagai pantainya. Rakyat Philipine juga ternyata berterima kasih kepada Mrs. Marcos karena jasa beliau MRT dan LRT dibangun sebagai sarana transportasi.
Di sudut jalan lainnya guider bercerita tentang rumah kelapa karena 80% rumah tersebut terbuat dari kelapa. Saya hanya menganggukan kepala saja. Coconut House itu sekarang berganti fungsi menjadi restoran. Guide menceritakan Mrs. Marcos senang sekali dengan pantai ini yang merupakan titik awal Philippine dan merupakan pintu masuk ke Philippine sejak zaman dahulu kala lewat transportasi laut.
Di depan alun-alun atau taman Rizal kami berhenti. Guider ingin memperlihatkan kuburan atau taman Mr. Rizal yang merupakan pahlawan yang berjasa dalam kemerdekaan Philipine. Taman kecil seperti Monas di Indonesia itu selalu dijaga oleh tentara 24 jam bergantian 3 shift, informasi itu saya dapatkan dari guider pas saya tanyakan adanya 2 orang tentara berjaga di monumen itu. Seperti halnya pahlawan, Mr. Rizal ini sangat mereka hargai. Mr. Rizal yang merupakan seorang muslim itu adalah keturunan bangsawan Philippine. Beliau seorang yang jenius dan serba bisa. Lewat novel monumentalnya, dapat menyulut semangat semua orang Philipine untuk berjuang melawan penjajah Spanyol waktu itu. Karena novelnya itu pun akhirnya Mr. Rizal dipenjara dan dibunuh dengan ditembak oleh beberapa sniper. Guider juga memperlihatkan tempat asli dimana Mr. Rizal ditembak. Saya lihat patung Mr. Rizal saat ditembak disaksikan beberapa orang penembak dan Istrinya. Di tempat yang sama juga dijelaskan oleh petugas mengenai sosok pahlawan monumental ini. Hanya sayang pada saat dijelaskan oleh petugas disana saya hanya diam tidak mengerti karena memakai pengantar bahasa tagalog. Kenalah saya dengan Mr. Rizal seorang pahlawan muslim yang berjasa bagi Philippine.
Di sudut taman saya lihat patung juga dan ternyata adalah patung Rajah Sulaiman. Seorang Raja yang pernah berkuasa di Philipine sebelum jatuh ke pemerintahan Spanyol. Raja tersebut merupakan muslim taat. Maklum zaman beliau masih berlaku pemerintahan islam seperti datuk dll, seperti yang kita lihat di Malaysia saat ini. Cukuplah sudah penjelasan detail tentang Mr. Rizal dan Rajah Sulaiman tersebut. Setidaknya saya bersyukur sudah bisa kenal dengan jasa dan perjuangan beliau.
Perjalanan dilanjutkan dan berhenti di depan kantor pariwisata. Guider menawarkan kami untuk masuk melihat-lihat souvenir buatan Philipine yang merupakan program resmi Pemerintahan Philippine lewat Dept. Pariwisatanya. Saat masuk kami disuguhi kalung dari kerang laut. Disana bisa dilihat berbagai kerajinan dan baju nasional. Saya ditawari untuk membeli apapun yang disuka. Hanya saya tidak terlalu suka akhirnya keluar tanpa membeli barang apapun.
Di depan kantor pariwisata, kami masuk ke dalam benteng yang merupakan benteng yang dibangun oleh pemerintahan Spanyol yang berkuasa. Mereka menamakan daerah tersebut “Intramouros”. Mereka sengaja membangun benteng itu sebagai sebuah bentuk pertahanan dari serangan terutama musuh yang datang dari laut. Di dalamnya juga ada penjara dimana Mr. Rizal dipenjara waktu itu. Selain itu ada tempat kediaman Rajah Sulaiman yang sudah rusak. Ya bangunan itu dibuat dari batu yang ditumpuk kemudian direkatkan dengan telur dan molases. Design yang dipakai adalah design dari China. Setidaknya saya kenal Rajah Sulaiman sebagai Rajah Islam di Philipine yang memerintah. Sayang kekuasaannya direbut oleh Spanyol yang notabene adalah katolik.
Pada zaman Rajah Sulaiman, benteng pun dibangun, namun masih dengan pohon kelapa dan bambu sehingga mudah sekali dirobohkan dan dibakar oleh musuh dari Spanyol. Spanyol merupakan bangsa yang menjajah cukup lama sekitar 200 tahun di Philipine (Belanda di Indonesia 350 tahun). Sehingga dengan pengaruh dari penyebaran agama yang kuat menjadikan negara Philipine adalah penganut Katolik yang kuat dan dominan. Spanyol juga memaksakan agamanya kepada orang China yang datang dengan dibangun gereja di perkampungan mereka. Spanyol juga membangun Gereja Immanuel yang sangat tua disana.
Sayang sekali ya. Andai saja Rajah Sulaiman masih hidup dan berkuasa tentunya Philipine merupakan negara Islam seperti halnya Brunai, Malaysia dan Indonesia. Philipine ternyata adalah negara Islam yang Hilang. Namun kita masih bisa temukan Islam yang dominan di Pulau Mindanao. Mindanao pada jaman dulunya sulit sekali untuk ditembus oleh musuh baik dari Spanyol maupun Amerika. Hal ini menjadikan Mindanao dominan penduduknya adalah muslim. Subhanallah.
Perjalanan mengitari benteng itu memakan waktu sekitar 1 jam. Guider bercerita sekiranya kita mau mengitari seluruh benteng mungkin akan memakan waktu sekitar 3 jam lebih. Setidaknya saya bisa melihat indah dan bersihnya (nggak bersih-bersih amat sih) sungai Pasig yang membelah Manilla. Disana juga terlihat pelabuhan terkenal Manilla sebagai pelabuhan tempat membongkar dan memuat peti kemas. Dari tempat Rajah Sulaiman, perjalanan dilanjutkan menggunakan mobil menyusuri kawasan peduduk China yang konon katanya memiliki akar sejarah kuat terutama perekonomian Philipine. Disana kebanyakan dijual barang China seperti obat china dll. Setidaknya perekonomian seperti perbankan mulai dikenalkan oleh China pada masa penjajahan Spanyol.
Perjalanan mengitari Manilla itu akhirnya berakhir sekitar jam 13.00 siang. Saya ketiduran di mobil karena kelelahan. Tiba di depan kantor Guide tour pamitan. Kami mengucapkan terima kasih kepada beliau. Setelah itu saya diajak untuk makan siang di Max’s yang merupakan restoran dengan menu asli Philipine. Asyik..
Subscribe to Posts [Atom]