Thursday, October 04, 2007

Hari Ini Saya ke Masjid



Hari ini adalah Jum’at, 28 September 2007 bertepatan dengan hari ke-4 saya berada di Philipine. Terus terang sudah banyak hal yang saya ketahui mulai dari adanya MRT atau LRT kemudian juga jeep dan motorcycle sebagai sarana transfortasi di sini. Namun ada yang belum saya ketahui saat ini adalah dimanakah letak masjid di Manila. Hari ini Teman, teman saya yang mengajari banyak tentang alat berjanji akan mengajak saya ke Masjid. Duh senangnya.. Sudah saya bayangkan bagaimana kerinduan akan rumah Allah berada di depan mata. Ya Allah izinkan hamba bersujud di rumahMu di negeri ini. Amien.

Pagi itu kami berjanji untuk bertemu di Ayala Station of MRT dekat SM Mall jam 9.00. Agar tidak telat, saya mulai berjalan dari Hotel di Charter House Green Belt sejak 8.30. Mudah-mudahan 30 menit sampai saya pikir. Akhirnya saya susuri jalan kemudian naik tangga dan menyusuri lagi gang/aisle di kawasan Green Belt Mall menuju Land Mark Mall. Dari Land Mark Mall yang waktu itu masih tutup saya susuri depan pertokoannya yang sepertinya belum ada yang buka. Memang di sini toko dan Mall buka jam 10.00 pagi. Biasanya saya dan Teman bisa masuk ke Mall meski hanya numpang lewat.


Sesaat akan menyembrang jalan di kawasan Land Mark Mall menuju mall Glorietta, ada telepon masuk. Saya pikir mungkin keluarga di Indonesia menelpon karena tidak ada nomor atau “private number”. Biasanya kalau dapat telepon International Roaming tidak menampilkan nomor di HP hanya kadang “private number”, “+63000” atau kadang kosong hanya “Call” saja. Saya terima ternyata Atasan saya, boss saya, beliau menelpon dari Indonesia. Memang saat ini beliau masih di Indonesia untuk menyelesaikan beberapa masalah terkait dengan pembukaan cabang baru di Indonesia. Dia menanyakan posisi saya dan saya jawab sedang di Land Mark mau menyebrang. Beliau meminta agar berhenti sesaat karena ada yang mau disampaikan. Akhirnya saya sanggupi dengan menepi di mall Glorietta setelah saya menyebrang. Atasan saya menanyakan masalah visa ke China yang belum saya dapatkan. Apakah masih sempat dibuat di Indonesia mengingat saya pulang seminggu sebelum Lebaran dan akan kembali ke Manila kemudian ke China seminggu setelah Lebaran.

Saya jelaskan bahwa saya masih sempat untuk mengurus visa. Beliau agak khawatir karena waktunya mepet. Akhirnya saya sanggupi untuk menanyakan hal ini ke kakak yang punya kenalan yang sering mengurus visa. Sekaligus juga menanyakan kapan Ambassy China libur. Saya telepon waktu itu juga ke kakak di Indonesia minta tolong konfirmasi semuanya tentang Visa China. Siang kakak berjanji untuk memberikan informasi lewat SMS ke HP saya.

Saya lanjutkan perjalanan menuju SM Mall mengitari pinggiran mall. Biasanya kalau pulang lewat sini saya dan Teman pasti lewat dalam Mall. Tapi karena masih pagi dan Mall belum buka akhirnya saya hanya bisa lewat pinggiran Mall. Patokan paling jelas adanya Pizza Hut di sana. Kemaren sempat saya ajak Teman untuk makan malam di Pizza HUT. Tetapi dia menolak dengan alasan sedang terburu-buru. Ya sudahlah, saya juga malas makan sendiri, mendingan di Hotel saja.

SM mall saya lewati meski hanya lewat pinggirannya (trotoar). Akhirnya sampai di Ayala Station jam 8.56. Cepat juga ya. Berarti hanya sekitar 15 menit saya berjalan jika tidak ada telepon. Saya berjanji untuk menunggu dekat counder McD di bawah Ayala Avenue Station. Saya coba cari tempat duduk, akhirnya dapat agak ke dalam dan duduk diantara sekian banyak orang yang duduk entah menunggu atau hanya untuk sarapan pagi. Saya hanya bisa memperhatikan orang-orang, mau makan sudah di Hotel. Saya cek HP ada 2 pesan. 1 dari Atasan saya mengingatkan masalah visa dan satu lagi dari Teman menginformasikan kalau dia telat 15 menit. Ok saya tunggu sambil sms-smsan ke Kakak dan Atasan saya, tak lupa pula bilang saya sudah di Ayala ke Teman.

Teman sms lagi setelah 15 menit dan menginformasikan kalau dia sudah ada di Ayala sebentar lagi menjemputku. Saya tunggu sambil sesekali berdiri agar Teman dapat melihatku. 10 menit berlalu, akhirnya saya menemukan Teman. Teman meminta maaf atas keterlambatannya. Dia menjelaskan alasannya yang tidak lain kurang tidur karena menemani ayah dan saudaranya yang datang tiba-tiba semalam. Aku mengerti karena saya lihat matanya merah karena mengantuk.

Kami akhirnya naik ke Station Ayala Avenue menggunakan tangga biasa karena eskalator kebetulan belum difungsikan. Meski tinggi kira-kira 10m akhirnya kami sampai juga. Teman beli magnetic ticket untuk MRT untuk kami berdua. Saya sudah bisa memasukan ticketnya meski tidak ada tanda panduan. Beberapa hari ini Teman sering mengajari dan menunjukkan bagaimana memakai magnetic ticket. Saking seringnya akhirnya saya terbiasa juga. Tujuan kita hari ini sama dengan kemaren yaitu ke North Avenue station yang merupakan station terakhir. MRT hari ini agak penuh, tapi alhamdulillah kita masih bisa masuk meski berdiri. Tapi tak apa, soalnya di dalamnya full AC.

Baru kira-kira 3 station kami lewati ada kursi kosong yang cukup untuk kami duduki. Akhirnya kami duduk dan kembali meneruskan perjalanan sambil sesekali mengobrol ringan. Saya tidak perduli apakah orang-orang memperhatikan atau tidak, mengingat saya berbicara bahasa inggris dan sekitar rata-rata berbahasa tagalog. Mudah-mudahan mereka juga memaklumi. Di North Avenue kami turun dan keluar.

Sebelum ke luar, Teman mengajakku untuk makan siang. Aku menolak karena masih kenyang dan waktu itu masih jam 10.30. Biar nanti sepulang dari Cygnus company saja kata saya. Akhirnya Teman menyetujui dan dia hanya beli roti dan soft drink. Saya menyetujui. Namun sepertinya saya mau ke toilet mau kencing. Sempat saya lihat ada toilet namun tidak bisa kumasuki karena lokasinya di dalam station dan kita sudah keluar lewat magnetic aisle. Pas kulihat ada orang yang masuk lewat pintu pagar yang tidak dikunci, saya bilang Teman. Awalnya dia tidak setuju, tapi pas saya tunjukan ada pintu pagar yang dibuka akhirnya dia menyetujuinya dan berkata tidak apa-apa.

Masalah baru timbul pada saat saya keluar dari Toilet mau balik ke tempat Teman. Pintu pagar yang semula terbuka ternyata sudah tertutup. Saya bingung mau lewat mana. Akhirnya saya coba paksakan lewat pintu pagar tadi. Memang bisa dibuka, tapi apa yang terjadi. Saya kaget, ternyata terlihat Polisi/satpam. Mereka langsung menghampiri dan menanyakan memakai bahasa Tagalog. Saya bingung tidak mengerti, saya coba jelaskan memakai Bahasa Inggris, tapi sepertinya mereka tidak mengerti. Saya mulai kebingungan akhirnya memanggil Teman yang sedang membeli roti dan minuman dekat situ. Alhamdulillah mereka akhirnya mengerti meski agak sewot setelah dijelaskan Teman dan dibantu orang yang sedari tadi berdiri di dekat pintu pagar. Alhamdulillah ya Allah..

Perjalanan kali ini diteruskan memakai bus atau public transportation jurusan Novaliches dan lewat Tol Malinta. Teman mencoba menjelaskan semua jurusannya, meski kadang saya jawab dengan anggukan kepala karena bingung banyak banget namanya dan asing di telinga. Ya sudahlah yang penting sampai ke customer. Alhamdulillah sampai sekitar jam 11.30 pagi di customer. Kita sempat ganti kendaraan dari bus ke motorcycle / threechycle menuju ke tempat customer. Kita langsung meneruskan pengecekan dan kalibrasi alat yang kemaren masih terpending karena harus menunggu hasil pengecekan sampai dengan hari ini.

Pengecekan dan kalibrasi akhirnya selesai sekitar jam 13.30. Teman memutuskan untuk menyelesaikan dan membiarkan pengecekannya hingga besok pagi. Kami akhirnya berdiskusi dan ngobrol sebentar dengan customer di sana. Kami berjanji untuk kembali besok. Mereka bilang agar hati-hati dan selamat beribadah. Saya bingung bagaimana mereka tahu kalau saya mau ke Masjid. Ternyata memang Teman cerita ke mereka memakai bahasa tagalog, pantas saja. Saya ucapkan terima kasih ke mereka.

Akhirnya kami pergi. Dari customer kami pakai threecylcle kembali dan kemudian dilanjutkan memakai jeep menuju ke perempatan dekat toll. Perjalanan selalu saja dipenuhi kemacetan karena memang jalan yang dilewati sedang mengalami renovasi. Setelah 1 jam terjebak, kahirnya kami sampai juga di dekat toll. Teman mengajak makan siang di Jollibee. Franchise fried chicken terkenal di Philipine dibandingkan KFC dan McD. Awalnya saya ingin pesan meatball soup, tetapi ternyata mengandung babi/fork. Ya sudah akhirnya pesan Fried Chicken saja. Teman malah menambahkan menjadi 2 Fried chicken dan 1 ice cream.

Selesai makan Teman mengajak saya untuk naik bus tradisional karena terkesan tua dan tanpa kaca jendela. Bus pertama tidak jadi kami naiki karena ternyata penuh. Teman tidak mau berdiri. Biasanya kami gunakan bus biasa atau AC menuju ke North Avenue MRT. Namun kali ini sengaja menggunakan bus lain agar cepat sampai di Quiapo, central Manilla tempat masjid berada. Di bus kedua baru kami dapat tempat duduk. Di tengah perjalanan sudah dekat Quiapo, Teman mengajak turun dan berganti dengan Jeep. Sayang perjalanan macet tanpa tahu alasannya. Saya sempat diingatkan apakah saya menelpon Teman lainnya barusan? Saya jawab tidak, tapi tadi pagi. Saya coba cek ternyata memang ada panggilan ke Teman lainnya. Ternyata pengunci HP Nokia saya tidak berfungsi sehingga saat saya simpan di tas dan terpencet ke Nomor Teman lainnya. Saya coba cek pulsa hanya tinggal 1.45 Peso saja. Teman coba jelaskan semuanya ke Teman lainnya melalui SMS. Teman lainnya mengerti dan akhirnya berjanji akan memberikan pulsa lagi sebanyak 300 Peso melalui Teman.

Di dekat pasar Teman mengajak turun dan kemudian kami berjalan meyusuri pasar berbagai macam jenis barang jualan seperti umumnya pasar kering di Indonesia. Saya sempat temukan ada muslim dengan peci dan stelan baju muslim (koko) di tengah-tengah orang-orang yang hilir mudik. Alhamdulillah saya bisa lihat saudara muslim di Philipine. Rasanya seperti melihat saudara jauh. Namun saya tidak berani menyapa mengingat Teman terus mengajak berjalan dan sering mengingatkan untuk hati-hati dengan barang-barang karena sering ada copet dll.

Pada suatu tempat lainnya saya temukan ibu-ibu dan remaja yang mengenakan jilbab. Subhanallah ini ternyata sudah masuk perkampungan muslim. Saya sempat tanyakan Teman dan dijawab anggukan. Teman sempat beberapa kali menanyakan masjid kepada orang-orang. Tadinya saya mau bantu dengan menanyakan kepada ibu yang memakai jilbab, tapi Teman menolak dan bekata tidak usah.

Tak lama kemudian saya lihat perkampungan yang bernuansa lain. Dilihat banyak sekali orang memakai peci dan jilbab. Seperti layaknya sebuah perkampungan di Indonesia terutama kawasan dekat masjid atau pesantren. Mereka kentara dengan jilbab dan peci. Saya merasakan suasana yang lain. Suasana penuh ruhiyah dan ukhuwah. Hanya sayang saya tidak dapat menyapa mereka dengan ucapan terbaik menurut Islam yaitu “Assalamu’alaikum”. Teman selalu mengingatkan saya untuk berhati-hati. Sedih sekali rasanya.

Akhirnya saya bisa melihat sebuah kubah masjid. Senang sekali rasanya. Bahagia tiada tara dan tidak dapat diungkap lewat kata dan makna. Hanya Dia yang tahu bagaimana senangnya hati ini. Semakin dekat semakin terlihat jelas dan terlihatlah Masjid Indah yang dibayangkan. Meski catnya sudah luntur dan kusam, tapi sepertinya itulah keindahannya. Teman akhirnya mempersilahkan saya untuk masuk dan dia akan menunggu di luar gerbang. Teman sempat bertanya kira-kira berapa lama? Saya jawab paling lama 15 menit untuk shalat dll.

Saya masuk ke halaman masjid dan sudah terlihat sebuah nuansa ruhiyah. Banyak sekali orang yang berada di dalam meski hanya duduk bersila. Ada juga yang tilawah atau sekedar ngobrol dengan temannya. Rata-rata mereka memakai pakaian khas seperti koko dan peci yang sudah tidak asing buat saya. Saya buka sepatu dan kaos kaki. Saya coba mencari tempat penitipan sambil kebingungan bagaimana membayarnya karena tas berisi HP dan uang saya titipkan ke Teman. Saya ucapkan “Assalamu’alaikum” dan masuk masjid. Dijawab seseorang “Wa’alaikumsalam”. Saya tanyakan dengan bahasa inggris apakah saya boleh simpan sepatu disini. Beliau jawab silahkan. Beliau bertanya dari manakah saya ini kok sepertinya baru disini. Saya jelaskan saya dari Indonesia dan sedang training di Philipine. Saya minta izin untuk wudlu dan shalat. Beliau mempersilahkan sambil menunjukkan tempat wudlu. Tak lupa beliau berpesan untuk kembali kepadanya. Sepertinya ada yang ingin ditanyakan kepada saya. Saya sanggupi.

Dengan tidak sabar ingin segera menghadap Allah, saya langsung ke tempat wudlu. Terlihat kran air dengan tempat duduk berpasangan dengan jumlah kran airnya. Kuketahui dari orang-orang itu adalah tempat untuk duduk selagi wudlu. Akhirnya saya basuh muka ini dengan air dingin dan menyegarkan. Seakan membersihkan dosa diri, rasanya akan menghadap seorang yang Istimewa dan berbeda. Kemudian kumasuki masjid dengan penuh khyusuk dan syahdu. Saya cari tempat paling depan agar tidak terganggu. Saya lihat orang di depan sedang tilawah dengan suara tartil membacakan surat ke-55. Surat terindah menurut saya karena kandungan makna dan juga kata-kata indahnya. Surat Ar Rahman yang kaya dengan lafadz “Fabiayyiallairobbikuma tukadzibun – maka nikmat Tuhanmu manakah yang akan engkau dustakan”. Duh robbi indahnya sepertinya saya ingin sekali mendengarkannya hingga akhir surat itu. Sungguh teringat akan awal perkenalan saya pada surat itu pada malam syahdu Qiyamull Lail di masa orientasi rohis kampus. Ingin rasanya saya menangis, namun kuurungkan saat teringat janji dengan orang dan Teman.

Saya shalat Dhuhur dan Ashar masing-masing empat rakaat dengan Jamak Takhir. Saya tidak ingin mengqasar agar tidak terlalu cepat. Rugi rasanya di masjid yang lama dirindukan saya mengqasar shalat. Selesai salam shalat terakhir, saya sempatkan berdo’a. Sebuah do’a tulus meminta agar saya istiqomah dan dilancarkan semua urusan serta diberikan kesabaran karena berada di tengah komunitas non muslim. Tak lupa saya minta ampunan atas kelemahan dan kesalahan. Kesedihan atas tidak melakukan puasa ramadhan karena sakit dan mengikuti saran dokter. Sedih ya Allah. Sepertinya cobaan sakit dan tidak dapat berpuasa adalah yang terbesar. Ingin rasanya saya berteriak meminta kekuatan dan kepercayaan. Selesai sudah do’a dan kututup dengan ucapan amin dan mengusapkan tangan di wajah.

Selesai shalat tak lupa saya temui bapak yang katanya adalah sekretaris masjid ini. Saya pun bertemu dan berjabat tangan tanpa lupa memeluk seperti saudara. Bapak yang baru kukenal ini namanya bapak Roni dan tinggal di sekitar masjid. Beliau berasal dari Mindanao yaitu Philipine bagian Selatan. Beliau bercerita bahwa disana komunitas muslim adalah dominan sekitar 99.99% subhanalllah. Andai saya training disana, akan lebih indah lagi. Beliau menanyakan darimana dan sedang apa di Philipine. Saya jawab sejelas-jelasnya hingga dia mengerti. Saya sempat tanyakan apakah ada masjid lain di Makati city? Beliau menggelengkan kepala dan hanya menjawab paling ada di beberapa embassy yang muslim seperti Saudi Arabia, Malaysia dan tentunya Indonesia. Duh sulit sekali. Ketika beliau bertanya apakah saya puasa, saya bingung jawabnya dan hanya tersenyum simpul, malu sekali. Akhirnya pembicaraan ditutup karena saya tidak enak dengan Teman yang menunggu di luar. Beliau sempat menanyakan dimana bisa dapatkan kopiah hitam khas Indonesia dan saya jawab tentunya di Indonesia, bisa di Jakarta atau Surabaya.

Ingin rasanya aku berlama-lama tinggal di masjid itu, namun aku juga tidak mau mengecewakan dan membuat kesal Teman. Terakhir sebelum saya pulang, saya sempatkan memfoto masjid lewat camera HP ku. Ini sebagai kenang-kenangan terindah yang akan saya ceritakan ke teman-teman di Indonesia. Terima Kasih ya Allah.

Teman mengajak pulang dengan jalan kaki. Di tengah jalan saya sepatkan membeli kue manis (sweet cake) bulat dan juga roti khas arab atas saran Teman. Saat di tengah perjalanan kulihat ada toko kerajinan dan akhirnya kuminta Teman untuk melihat-lihat. Saat akan membeli, Teman menyarankan jangan karena mahal. Beliau berjanji akan mengantarkanku membeli souvenir di mall dekat hotelku. Akhirnya kuteruskan perjalanan pulang menuju tempat jeep. Teman sempat membelikanku pulsa sebesar 300 peso sebelum naik jeep. Akhirnya kami pulang dari sana menggunakan jeep.

Di sekitar United Nation (UN) kami turun dan bermaksud mencari Taksi ke arah hotelku. Namun sayang dari 5 Taksi yang kami tanya rata-rata menolak mengantar kami dengan berbagai macam alasan tidak masuk akal. Teman kesal dan cerita kalau supir taksi di Philipine kadang seeanaknya sendiri. Akhirnya saya sarankan untuk naik LRT (Light Rate Transportation) karena kebetulan di tempat itu ada rell LRT. Teman menyetujuinya. Kami pun naik tangga menuju station LRT. Saya kebetulan masih simpan ticket kereta pertama kali naik LRT. Saya tanyakan ke Teman apakah masih bisa dipakai, dia jawab ya. Akhirnya saya pakai ticket itu untuk masuk.

Suasana LRT agak penuh namun kami dapat masuk meski berdiri. Di station Quirino ada yang turun sehingga saya dan Teman bisa duduk. Awalnya kami akan turun di Gill Puyat agar bisa langsung memakai Taksi ke Hotel, namun Teman punya ide untuk turun di EDSA kemudian dilanjutkan memakai MRT ke Ayala Avenue. Saya menyetujuinya agar bisa jalan kaki dan bisa mampir dulu di Mall.

Kami turun di EDSA station dan langsung berjalan mengikuti arah orang-orang yang kebanyakan akan melanjutkan dengan MRT. Sore itu memang orang-orang sama seperti kami yang ingin pulang dan melanjutkan dengan MRT hingga terlihat antrian panjang dan menyesakan di sekitar pintu masuk station. Teman akhirnya memutuskan untuk turun dan keluar. Dia khawatir kelamaan karena antrian panjang. Kami turun dan akhirnya memutuskan melanjutkan dengan Taksi dari Baclaran ke Hotel Saya.


Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]