Wednesday, August 16, 2006
Terima Kasih Abi, Ummi…
Malam itu saya terima sebuah SMS dari abi –guru ngaji yang sudah kami anggap sebagai orang tua kami- yang mengabarkan sebuah berita duka. Anaknya yang ketiga sedang dirawat di Rumah Sakit di Daerah Bogor karena Infeksi Ginjal. Beliau meminta do’a agar Allah berikan kesembuhan. Do’a tulus mendo’akan kesehatan anaknya terpanjat dengan khusunya. SMS yang sama pun saya dapatkan dari teman-teman ngaji, bahkan ada teman yang sedang berada di Rumah Sakit untuk menemani dan menjaganya malam itu.
Sepertinya berat sekali menerima cobaan itu terutama buat ummi -istri beliau- karena harus berjuang tanpa kehadiran suaminya karena sedang berada di pulau seberang. Yah, beberapa waktu yang lalu beliau pernah bilang akan pergi ke Kalimantan dalam rangka audit BPK selama 1 bulan penuh. Apalagi setahu saya istri beliau pun sedang mengandung anaknya yang keenam.
Namun sepertinya semua cobaan itu tidak mengurangi ketegaran dan kesabaran istri beliau. Malam berikutnya kebetulan saya dan seorang teman ngaji mendapat giliran untuk menjaga dan menemaninya di RS. Ummi atau panggilan kami kepada istri beliau ini sepertinya terlihat tegar dan sabar tanpa terlihat sedih. Hanya sedikit lelah terlihat di raut wajahnya. Di saat-saat menunggu itu ummi bahkan menanyakan kondisi istri saya yang kemarin habis keguguran. Beliau malah menyarankan untuk istirahat dan jaga kondisi kesehatan biar segera dapat penggantinya. Bahkan ummi malah melarang istri dibonceng di motor mengingat kondisinya yang masih lemah. Subhanallah.
Masih teringat juga beberapa bulan yang lampau. Sebuah berita duka mendadak kami dapatkan. Putra Abi yang kelima meninggal dunia. Padahal waktu itu abi sedang dalam perjalanan pulang dari Magetan setelah menghadiri resepsi pernikahan salah seorang teman kami. Apa yang terjadi saat abi mendengar kabar itu? Teman yang kebetulan bareng dengan beliau bercerita, Abi yang saat itu sedang menyetir tidak menampakan muka sedih ataupun shock, yang ada hanyalah ucapan ta’ziyah dan istigfar. Hingga yang lain merasa bingung. Kok bisa ya? Posisi sopir pun akhirnya digantikan oleh teman saya khawatir abi tidak tenang, meski sebelumnya abi tetap berkilah untuk tetap menyetir. Yang terjadi selanjutnya malah terlontar sebuah nasihat berharga dari mulut beliau. Nasihat tentang esensi atau hakikat seorang anak sebagai titipan Allah. Jadi kapanpun Allah mau, maka kita harus merelakannya karena memang adalah titipan Nya. Sejuk rasanya mendengar hal itu sekaligus kagum dengan sikap beliau yang tenang.
Malu rasanya saya yang baru kehilangan calon bayi namun selalu bersedih dan menyesal. Malu rasanya saya ketikatidak bersabar dan bertawakal kepada Allah. Sepertinya sudah waktunya saya untuk menata diri dan bangkit lagi sambil tetap memohon kebaikan kepada Allah, karena saya yakin semua yang terjadi adalah atas kehendak Nya. Terima kasih Abi dan Ummi atas tauladan dan nasihatnya. Mohon do'anya agar saya bisa meneladani sikap dan perilaku abi dan ummi.
Sepertinya berat sekali menerima cobaan itu terutama buat ummi -istri beliau- karena harus berjuang tanpa kehadiran suaminya karena sedang berada di pulau seberang. Yah, beberapa waktu yang lalu beliau pernah bilang akan pergi ke Kalimantan dalam rangka audit BPK selama 1 bulan penuh. Apalagi setahu saya istri beliau pun sedang mengandung anaknya yang keenam.
Namun sepertinya semua cobaan itu tidak mengurangi ketegaran dan kesabaran istri beliau. Malam berikutnya kebetulan saya dan seorang teman ngaji mendapat giliran untuk menjaga dan menemaninya di RS. Ummi atau panggilan kami kepada istri beliau ini sepertinya terlihat tegar dan sabar tanpa terlihat sedih. Hanya sedikit lelah terlihat di raut wajahnya. Di saat-saat menunggu itu ummi bahkan menanyakan kondisi istri saya yang kemarin habis keguguran. Beliau malah menyarankan untuk istirahat dan jaga kondisi kesehatan biar segera dapat penggantinya. Bahkan ummi malah melarang istri dibonceng di motor mengingat kondisinya yang masih lemah. Subhanallah.
Masih teringat juga beberapa bulan yang lampau. Sebuah berita duka mendadak kami dapatkan. Putra Abi yang kelima meninggal dunia. Padahal waktu itu abi sedang dalam perjalanan pulang dari Magetan setelah menghadiri resepsi pernikahan salah seorang teman kami. Apa yang terjadi saat abi mendengar kabar itu? Teman yang kebetulan bareng dengan beliau bercerita, Abi yang saat itu sedang menyetir tidak menampakan muka sedih ataupun shock, yang ada hanyalah ucapan ta’ziyah dan istigfar. Hingga yang lain merasa bingung. Kok bisa ya? Posisi sopir pun akhirnya digantikan oleh teman saya khawatir abi tidak tenang, meski sebelumnya abi tetap berkilah untuk tetap menyetir. Yang terjadi selanjutnya malah terlontar sebuah nasihat berharga dari mulut beliau. Nasihat tentang esensi atau hakikat seorang anak sebagai titipan Allah. Jadi kapanpun Allah mau, maka kita harus merelakannya karena memang adalah titipan Nya. Sejuk rasanya mendengar hal itu sekaligus kagum dengan sikap beliau yang tenang.
Malu rasanya saya yang baru kehilangan calon bayi namun selalu bersedih dan menyesal. Malu rasanya saya ketikatidak bersabar dan bertawakal kepada Allah. Sepertinya sudah waktunya saya untuk menata diri dan bangkit lagi sambil tetap memohon kebaikan kepada Allah, karena saya yakin semua yang terjadi adalah atas kehendak Nya. Terima kasih Abi dan Ummi atas tauladan dan nasihatnya. Mohon do'anya agar saya bisa meneladani sikap dan perilaku abi dan ummi.
Subscribe to Posts [Atom]