Monday, July 31, 2006

Akhirnya Harus Kami Relakan

Pernahkah kita mengalami bagaimana rasanya ketika kehilangan sesuatu yang paling dicintai? Pernahkan sebuah cita-cita ternyata harus kandas di tengah jalan? Pernahkah ketika kita yakin akan dapatkan sebuah kenikmatan, ternyata di tengah jalan harus hilang tanpa kita kuasa menahannya? Pernahkah kita merasa putus asa ketika dunia terasa tidak memihak sama sekali terhadap kita? Sesungguhnya itu semua adalah romantika dalam kehidupan yang kita jalani di dunia ini. Karena sesungguhnya semuanya itu adalah bukti akan adanya Allah yang Maha Berkuasa. Manusia sebagai Mahluk-Nya hanya mampu berdo’a dan bersabar dengan berharap semoga Allah memberikan jalan terbaik atas sebuah kehilangan.

Seorang ibu akan berteriak-teriak ketika tahu dompetnya dicopet di sebuah perbelanjaan. Seorang murid SMP akan menangis ketika tahu dia tidak lulus ujian. Seorang pegawai tentunya juga akan kehilangan kendali ketika tahu kalau dia dipecat dari kantornya. Seorang ibu akan menangis sedih dan kadang kehilangan kendali ketika tahu anaknya hilang diculik misalnya. Atau bagaimana kesedihan saudara-saudara kita saat menerima bencana bertubi-tubi. Apapun yang terjadi rasanya kita tidak akan bisa menahan rasa sedih dan kehilangan ketika tahu apa yang kita miliki hilang tanpa kita bisa mencegahnya. Apalagi kalau ternyata kehilangan itu akibat dari kelalaian yang dilakukan dengan sengaja.

Merasa telah kehilangan sebuah harapan dan kenikmatan akan memperoleh sebuah anugerah terindah kami berdua, rasanya seperti kehilangan sebuah pegangan dan kendali. Mungkin inilah kali pertama kami rasakan sebuah kehilangan berarti. Saat kami tahu calon penerus kami harus hilang dan pergi begitu saja tanpa bisa kita usahakan dan dicegah. Rasanya masih saja terbayang akan sebuah harapan dan juga kebanggaan kalau tak lama lagi kita akan peroleh sebuah tanda akan cinta kami. Tapi ternyata Allah berkehendak lain.

Teringat kembali tiga minggu ke belakang saat istri saya mengabarkan sebuah harapan baru kalau ternyata ada calon junior kami sedang tumbuh di dalam tubuhnya. Tanpa terasa meneteslah air mata ini merasakan anugerah ini. Sebuah harapan dan cita-cita serta berbagai rencana termasuk bagaimana mendidiknya menjadi anak yang berguna pun telah kami susun. Membeli dan membaca buku-buku yang berkaitan dengan hal itu menjadi konsumsi wajib kami setiap harinya. Setidaknya ada 4 majalah dan 1 buku serta artikel-artikel pendukung lainnya yang telah terkumpul untuk kami baca dan telaah. Disamping itu suplemen makanan pendukung pun telah kami siapkan. Aktifitas baru kami adalah sering sekali mengusap-usap perut istri seakan ingin meraba dan merasakan calon penerus kami ada disana sedang tumbuh dan berkembang.

Tanpa terasa kebahagiaan itu harus hilang ketika istri mengabarkan sebuah berita sesaat setelah selesai mengajar anak-anak play group di TPA dekat rumah. Memang mengajar ini merupakan aktifitas baru istri saya setelah dia berhenti bekerja di sebuah BPR Syariah. Saya juga menyadari bahwa istri juga perlu sebuah aktifitas namun tetap dekat dengan rumah, akhirnya saya izinkan untuk mengajar di TPA. Selain untuk mengisi waktu luang, ada nilai da’wah dan juga mengajarkan tentang pendidikan sehingga nantinya akan menjadi modal kami dalam mendidik anak kami. Sungguh itu yang bisa kami rencanakan dan lakukan.

SMS siang itu terasa benar-benar membuat saya seperti disambar petir di siang hari. Istri mengabarkan kalau ternyata ada bercak darah. Merasa kebingungan, akhirnya saya minta untuk istrihat di rumah tanpa melakukan aktifitas apapun sambil jangan lupa untuk konsultasi ke kakaknya yang bekerja sebagai bidan. Saya pun mengontrolnya lewat telepon dari kantor. Karena tidak merasakan kesakitan yang berarti, saya pun tenang dan berfikir mungkin ini karena kecapean. Malamnya sempat saya tanya bagaimana kondisinya ternyata dia bilang tidak ada lagi yang keluar. Tenang juga akhirnya. Kami berniat untuk memeriksakan ke Dokter kandungan keesokan harinya pada sore hari setelah saya pulang dari kantor. Malam itu pun saya suruh istri istirahat total dan perkerjaan rumah yang tadinya sebagian dikerjakan istri saya handle dan selesaikan semuanya.

Pagi harinya karena tidak ada keluhan yang sama akhirnya saya beranikan untuk masuk kantor. Namun sekitar jam 10an kembali dikejutkan dengan SMS yang memberitakan kalau pendarahan itu terjadi lagi. Saya coba untuk telepon istri, namun tangisan sedih dan bingung yang saya dapatkan. Berfikir bagaimana agar tidak terjadi apa-apa selagi saya di perjalanan pulang yang lumayan jauh, akhirnya saya coba telepon tetangga untuk menemaninya. Saya juga coba telepon saudara-saudara di Bogor untuk koordinasi bagaimana caranya agar istri segera dibawa ke dokter atau rumah sakit. Siangnya sekitar jam 14 setelah kami rasakan cukup mempersiapkan semua yang diperlukan, akhirnya kami berangkat menuju Rumah Sakit Ibu dan Anak di daerah Bogor. Memang kami berencana untuk menginap dan beristirahat di rumah kakak setelah periksa ke dokter.

Kabar itu akhirnya kami terima juga. Dokter mengatakan kalau calon bayi kami tidak ditemukan setelah di USG, yang tersisa hanyalah kantong bayinya. Meski telah dicoba untuk dilihat berkali-kali, akhirnya kami hanya bisa pasrah. Dokter menyarankan untuk segera dibersihkan/dikuret (curettage) untuk menghindari pendarahan berlanjut. Istri sempat shock dan sedih ketika tahu harus kehilangan. Sempat dia tidak mau untuk dikuret. Namun setelah diberikan saran dan juga setelah konsultasi dengan semua saudara termasuk kakaknya akhirnya dia mau juga untuk dikuret pada sore harinya. Akhirnya kami harus terima kalau calon bayi kami telah pergi menyisakan kesedihan serta harapan akankah kami peroleh kembali.

Kami memang yakin kalau ini merupakan ketetapan Allah yang terbaik bagi kami, apalagi setelah mendengar dokter mengatakan kalau janinnya kurang sehat. Kesedihan dan kehilangan berlarut ini pun masih sempat membuat istri menangis, meskipun rasa sakit sisa kuret telah hilang. Saudara-saudara kami telah banyak memberikan pengertian, penjelasan serta harapan-harapan, namun kesedihan itu masih saja kami rasakan.

Meskipun ini merupakan sebuah musibah berarti bagi kami, tapi kami yakin kalau Allah adalah satu-satunya pegangan dan harapan terkuat kami. Kami berharap dengan kesabaran dan kepasrahan kami menerima cobaan ini akan Allah terima sebagai sebuah ladang ibadah. Semoga Allah kembali mempercayai kami kembali untuk menerima anugerahnya suatu saat nanti. Amien.
Mohon do’anya juga dari semua.

Comments:
Mas dan mbak,
sing sabar yaa, percaya sama jalannya Allah SWT ya :)

Keep the praying going ya both of u, I also will pray for u 2 :)
 
ikut prihatin dengan kehilangan dambaannya, semoga Allah memberikan
penggantinya, DIA Maha Mengetahui mana yang paling baik untuk hambaNYA. Hanya sabar,tawakal dan ikhlas atas segala cobaanNYA.
 
Smoga di beri kesabaran dan dikokohkan dalam kesabarannya hingga Allah beri pengganti yang lebih baik...
Amiiin

Salam ukhuwah :) !!!
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]