Tuesday, June 13, 2006

Teringat Kembali Saat-saat itu

Teringat kembali saat-saat kecil ketika akan masuk sekolah dasar. Tangisan pilu dan memekakan telinga seakan meminta sebuah perlindungan kepada ibu yang dengan teganya meninggalkanku di tengah keramaian orang-orang yang tidak aku kenal. Sapa mesra dan dekapan ibu saat itu adalah obat yang mujarab pereda tangisan manja.
Namun setelah itu, seakan terlupakan apa yang telah terjadi. Ocehan dan obrolan serius menghiasi ruangan kelas saat ibu guru memulai sebuah pelajaran membaca dan menulis.
“ini ibu budi” kata bu Guru dengan lantangnya menunjukan sebuah tulisan di papan tulis yang kemudian diikuti oleh murid-muridnya.
Gelak tawa dan keramaian kelas kembali lagi terdengar saat lonceng tanda pelajaran selesai. Pegangan erat tangan 3 orang anak kecil itu seakan menandakan sebuah persahabatan baru yang telah terbentuk. “Maen ke rumahku yuk!” ajak seorang anak dan langsung disambut dengan anggukan kepala tanda setuju dan senang.

Teringat kembali saat-saat memulai sebuah tingkatan belajar yang lebih tinggi. Capek, lelah dan letih seakan menghiasi saat-saat Penataran P4 dan Pengenalan Sekolah. Ocehan dan teriakan memekakan telinga kembali terdengar saat seorang orator meneriakan sebuah perintah untuk segera berbaris. Diiringi dengan sebuah ketegangan, emosi dan kelelahan yang sangat semua peserta dengan sigap berlari ke lapangan upacara. Tidak cukup dengan suara memekik, hukuman dan sangsi senantiasa diberikan kepada yang tidak mematuhi perintah. Meski tidak mengerti, diri ini pun terkena sebuah hukuman atas ketelodoran saat tidak memperhatikan perintah akibat lelah dan capek yang amat sangat.
“Duh robbi kapan ujian ini berakhir” keluhku saat itu. Namun sepertinya itu tidak berakhir hingga bel tanda akhir pelajaran dan Ospek hari itu berbunyi seakan memberikan angin segar di saat cuaca benar-benar panas menyengat.

Teringat kembali saat-saat ketika tanda kelulusan disandang sebagai sebuah bukti akan kemampuan diri menyelesaikan semua ujian yang diberikan. Julukan seorang pelajar yang senatiasa lekat dalam diri seakan-akan dengan mudahnya pudar dan menghilang tergantikan sebuah sebutan yang cukup bergengsi “mahasiswa”.
Duh apakah mampu diriku ini menjadi seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi yang diinginkan? Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul dan selalu menjadi boomerang untuk segera dijawab dengan sebuah bukti nyata diterimanya diri ini di tempat belajar yang dicita-citakan.
“Ya Allah, izinkan hambamu ini untuk dapat diterima di Perguruan Tinggi Negeri yang ada.” Sebuah pengharapan yang begitu kuat dan tertuju hanya kepada Nya. Memang hanya Dia yang mampu menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada.

Teringat kembali saat-saat menyusuri jalan-jalan dan gang-gang kecil di malam hari ketika harus mencari sebuah tanda perkenalan dengan kakak senior. Sebuah ketakutan dan ketegangan selalu menyertai seakan-akan hidup penuh ancaman dan hukuman. Suasana Ospek mahasiswa baru di sebuah kampus hijau. Di kala diri ini belum seutuhnya mengenal apa itu Kampus, Kuliah, dosen ataupun bahasa-bahasa lainnya dalam kamus Perguruan Tinggi, ternyata harus dihadapkan kepada sebuah kondisi yang sulit dalam suasana penuh ketegangan Masa Orientasi.
Allahu rabbi hamba merasakan sulitnya hidup jikalau engkau tidak ada dalam hati ini. Hanya Engkau yang selalu bersemayam sebagai tumpuan harapan dan do’a.

Teringat kembali saat-saat ujian seminar dan sidang sebagai gerbang awal menuju sebuah pencapaian gelar sarjana. Suasana tegang, lelah, letih dan capek dikarenakan kurang istirahat akibat mengejar target dan tugas yang harus selesai tepat waktunya jika ingin segera menyelesaikan kuliah. Detik demi detik terasa begitu lama. Jantung serasa berhenti berdetak sesaat sebelum dipanggil ke sebuah arena perjuangan yang penuh dengan romantika dan godaan demi mempertahankan sebuah ide dan pendapat dalam “skripsi”.
Tak terasa 3 jam sudah aku berada di dalam ruangan itu. Meskipun ruangan itu ber AC, ternyata tidak mampu mendinginkan suasana hati dan pikiran. Menunggu ternyata merupakan hal yang sangat-sangat tidak disukai, terutama menunggu hasil dari ujian sidang sebagai penentuan sebuah kemenangan dalam medah perjuangan mahasiswa.
Allah kuatkan hamba dalam menerima semua keputusan Mu. Hamba yakin semuanya adalah yang terbaik menurut Mu.

Teringat kembali saat-saat pertama memakai dasi dan kemeja panjang dihadapan seorang professional ketika sebuah prosesi interview mengawali sebuah perjalanan karir diriku. Ketegangan dan kebingungan kembali mendera seakan-akan dunia ini serasa sempit. Pertanyaan-pertanyaan itu rasanya sulit sekali untuk dijawab, apalagi ketika terpaksa harus dijawab dengan bahasa yang cukup memukau semua komunitas dunia, Bahasa Inggris.
Meskipun terkadang idealisme terkalahkan dengan sebuah kondisi, namun seorang manusia tetaplah hamba yang selalu berharap daripada Rabbnya. Ya Allah kalau tempat ini baik sebagai tempat hamba berkiprah dan bekerja, mohon izinkanlah hamba untuk masuk ke dalamnya.

Teringat kembali saat-saat harus berhadapan dengan para kolega dan partner kerja. Apalagi ketika harus berhadapan dengan sebuah sikap tegas dan pasti akan sebuah solusi permasalahan yang timbul ketika sebuah hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tekanan hidup seakan menjadi sebuah resiko pekerjaan yang kerap mendera setiap langkah dan karya yang ada. Diri ini rasanya tidak sanggup lama bertahan dengan kondisi seperti ini. Sebuah kondisi yang sepertinya tidak kondusif buat berkarya dan berkreasi. Selalu saja ada sebuah kata penolakan meskipun halus dengan tidak digubrisnya ide-ide diri ini.
Apakah salah diri ini ketika ingin berusaha memperbaiki yang ada? Duh Rabbi, sesungguhnya hanya Engkau yang maha mengetahui apa yang telah hamba lakukan.

Teringat kembali saat-saat sebuah kekecewaan kembali mendera dan menghampiri diri seriring dengan berlalunya orang-orang yang senantiasa memberikan support dan motivasi dalam bekerja. Betapa tidak merekalah orang-orang besar yang telah berhasil menorehkan kesan baik ataupun buruk secara mendalam. Hanya merekalah yang mengetahui sebuah prestasi ataupun sebuah perjuangan hidup yang telah digoreskan dalam sebuah penilaian. Namun sayang, semuanya berlalu seiring dengan berlalunya keberadaan mereka yang tergantikan dengan yang lain. Ingin rasanya hati ini melakukan sebuah pembelaan disaat lembaran itu terkesan tidak objective dan professional. Namun apalah arti sebuah rintihan jikalau tidak bisa membuktikan lewat sebuah bukti nyata.
Rabb. Apakah salah diri ini meminta sebuah hak dan penghargaan atas apa-apa yang telah kami perbuat dengan kesungguhan diri, keikhlasan hati serta semangat tinggi.

Teringat kembali saat-saat tergadaikannya sebuah harapan maju. Sebuah teguran seakan menjadi sebuah tanda kelemahan diri. Dan ternyata sebuah kata-kata berat dan berarti tidaklah menjadikan sebuah pelerai atas sebuah permohonan maaf. Memang benar, di saat diri ini lemah dan sulit, akan sangat mudah dan rentan untuk selalu terpojok meski hanya karena sebuah tindakan kesalahan kecil yang tidak disengaja. Apakah ini sebuah pertanda akan berakhirnya sebuah pengorbanan dan perjuangan?
Rabb, Jangan timpakan ujian yang tidak sanggup hamba pikul dan terima. Sungguh berat hati ini untuk senantiasa dingin dan ikhlas menerima cobaan ini.

Teringat kembali saat-saat tetesan air mata berderai sebagai sebuah tanda pengampunan dan perharapan kepada Mu ya Allah pada sujud-sujud panjang di sepertiga malam terakhir. Ingin rasanya hamba ini merasakan indahnya selalu bersama dengan Mu. Namun ternyata diri ini sepertinya tidak adil. Di saat-saat diri ini senang dan bahagia, Engkau terkadang dilupakan. Namun disaat diri ini dipenuhi dengan ujian berat, ternyata hanya Engkaulah tempat hamba mencurakan semua kesalahan dan kedhoifan diri. Ya Allah tolong ampuni hambamu yang lemah ini.

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]